(DEFENCE SECURITY ASIA) – Pemindahan ibu negara Indonesia daripada Jakarta ke Kalimantan Timur yang bersempadan dengan Malaysia bakal menwujudkan beberapa perspektif geo-strategis dan ancaman yang baru, menurut Direktur Pertahanan dan Keamanan Bapenas republik itu.
Menurut Direkturnya Bogat Widyatmoko, pihak kerajaan Indonesia sedang “mempersiapkan diri” untuk menangani cabaran dan ancaman baru berikutan pemindahan ibu negara Indonesia daripada Jakarta ke Kalimantan Timur itu.
Antara cabaran geo-strategis dan ancaman yang baru itu adalah kedudukan ibu negara baru Indonesia itu yang terletak amat berdekatan dengan sempadan Malaysia, sesuatu yang tidak pernah dihadapi oleh Jakarta selama ini yang terletak ribuan kilometer jauhnya daripada sempadan Malaysia.
“Seperti lokasi ibu kota negara baru berdekatan dengan perbatasan darat ke Malaysia sepanjang 2.062 km, dan ini merupakan pintu untuk ancaman pertahanan dan gangguan keamanan,” katanya dalam Konsultasi Publik Rancangan Undang-Undang tentang Ibu Kota Negara Baru Indonesia itu dan dipetik oleh agensi cnbcindonesia.com.
Laporan oleh cnbcindonesia.com itu tidak menjelaskan apa yang dimaksudkan oleh Bogat tentang “ancaman pertahanan dan gangguan keamanan.”
Selain itu kata Bogat lagi, lokasi ibu kota baru Indonesia itu juga terletak berhampiran dengan apa yang dipanggil sebagai “Alur Laut Kepulauan Indonesia” (ALKI) dan “Choke Point”.
Turut disentuh oleh beliau adalah kedudukan Kalimantan Timur itu dengan Flight Information Region (FIR) beberapa negara.
“Sedangkan di sisi udara, lokasi IKN mendekati Flight Information Region (FIR) milik negara tetangga, seperti Singapura, Kinabalu Malaysia, dan Manila Filipina,” katanya.
Namun, ancaman yang lebih serius dihadapi oleh ibu negara Indonesia yang baru di Kalimantan Timur itu adalah kerana terletak didalam lingkungan radius peluru berpandu balistik antara benua (ICBM – Intercontinental Ballistic Missile) dan peluru berpandu Hypersonic beberapa negara tertentu yang tidak didedahkannya.
“Unfortunately, ibu kota negara baru ada dalam radius jelajah ICBM (intercontinental ballistic missile) dan rudal hypersonic negara tertentu,” kata Bogat lagi.
Beliau turut menyentuh bahawa Kalimantan Timur itu terletak di lokasi berhampiran dengan kawasan laluan jenayah rentas-sempadan seperti penyeludupan manusia, dadah dan sebagainya, selain segitiga kumpulan penganas di Kepulauan Sulu, Sabah dan Poso.
“Yang terakhir, posisi ibu kota negara baru dikelilingi oleh aliansi-aliansi pertahanan, seperti FPDA The Five Power Defence Arrangements Malaysia dan sebagainya, kemudian Aliansi AUKUS Australia, UK, dan USA, dan terdampak dari one belt one road atau OBOR BRI China,” katanya.
Namun, beliau menegaskan bahwa kemungkinan terjadinya perang terbuka adalah sangat kecil sehingga tahun 2045.
“Kami menyajikan ancaman pertahanan dan gangguan keamanan. Kemungkinan yang akan terjadi adalah serangan bersifat CBRNE (chemical, biological, radiological, and nuclear defence),” kata Bogat.
Pelan pertahanan dan keamanan di ibu negara baru Indonesia itu akan meliputi empat komponen.
“Dalam arsitektur sistem pertahanan dan keamanan, itu terdiri dari empat komponen, komponen pertama intelligence, kedua pertahanan, ketiga keamanan termasuk keamanan dalam negeri dan masyarakat, dan keempat adalah siber,” menurut beliau.